Mengembalikan Kehidupan Islam

Menjadi bagian dari perubahan menuju kehidupan penuh berkah dengan Islam.

Menjadi Bagian dari Leader of Change

Hidup itu mesti kita buat berharga - penuh berkah - berbuah syurga bersama para ahli syurga.

The Real Muslim Style

Muda, Mulia, Dirindu Syurga - Menggapai Sukses Hakiki Tanpa Batas - Totalitas Taat kepada Allah.

Berbagi Demi Kemuliaan

Tentang aku, kamu, dan dia menuju ketaatan kepada-Nya.

Mutiara Peradaban Gemilang

Yang asing datang membawa sakit berkepanjangan. Guratan demi guratan derita harus mau dijalani sedemikian rupa. Hingga hadirlah mutiara dan kilaunya yang tiada tara. Ya. Belajar dari kisah mutiara. Seperti itu juga rupa ikhtiar yang mesti kujalankan.

Senin, 24 April 2017

Sahabat hijrah

Sahabat hijrah
Oleh Hasna Dieni Rozanah

Buatku memang hal ini bukan yang pertama kalinya tapi kali ini mengapa seolah-olah aku sedang berada di sebuah jalan yang memiliki dua arah dan dua-duanya pun bisa membuatku bahagia walaupun aku tau, satu jalan akan membahagiakanku dalam waktu yang singkat tapi akan menyiksaku kelak , dan jalan yang satunya lagi memang sedikit tak begitu terlihat menguntungkanku saat di dunia tapi aku juga tau nanti di akhirat akan ada suatu balasan yang jauh lebih baik dibanding dengan suatu penyiksaan. Kini aku memang sudah memutuskan untuk berubah menjadi lebih baik lagi dan memilih berjalan di atas aturan-aturan Allah. Mencoba untuk meraih apa-apa yang Allah ridhokan.
 Sempat terbesit di dalam hati ini bahwa aku ingin kembali seperti masa laluku tapi aku tak boleh kalah dengan sebuah tantangan yang ada dan aku harus sadar bahwa itu adalah sebuah ujian yang Allah beri padaku dan aku pun seharusnya kuat serta istiqomah dengan niatku untuk hijrah.
“enggak Ghan, aku tau dia itu baik, pintar, juga ganteng…tapi aku gak percaya kalau dia sholeh! Pokonya tetap, aku gak bakal nerima dia.”ucapku di sore hari pada sahabatku, Ghania. “kenapa lagi Saa? masa kamu gak percaya sih? Ariz itu beneran sholeh dia itu suka ngaji, sholatnya juga rajin, gak suka bolong-bolong tuh, udah terima aja sih..”kata Ghania seolah-olah memaksaku untuk menerima Ariz sebagai pacarku. Namun aku tetap keukeuh dengan pilihanku hanya saja aku belum memberi jawabannya dan aku pun sudah tak menghiraukannya.
 Sudah dua hari aku tak memikirkan dan mengurusi soal Ariz yang kemarin lusa menembakku, tapi tia-tiba Ghania menghapiriku ketika aku baru keluar dari ruang kelasku “Saa.. gimana? Kamu maukan nerima dia? Uadah dua hari kamu gak ngasih jawaban, dia udah nanyain ke aku, Saa”kata Ghania agak memelas. “Ghaniaa..siapapun dia dan laki-laki mana pun yang bakal nembak aku, aku gak bakal mau nerima, aku gak mau pacaran lagi Ghan, sekali pun menurut kamu orang itu sholeh..”ucapku dengan lembut sambil berjalan menuju gerbang sekolah. “dia baik kok..gak nakal kaya___” belum selesai Ghania berbicara, aku sudah memotong ucapannya “Reza? Aku sama dia putus gara-gara aku mau berubah Ghan dan mulai sekarang aku gak bakalan pacaran lagi. Oya, kalau pun Ariz sholeh, pasti dia gak bakal ngajak aku untuk pacaranlah..orang sholeh itu gak pacaran kan?! Inget Ghan, aku udah hijrah..dan aku berharap kamu juga ikut hijrah Ghan, putusin tuh Rendi, your boyfriend..!” ucapku dan aku langsung meninggalkan Ghania yang terpaku di depan gerbang sekolah dan ia seperti masih mencerna ucapan yang barusan aku katakan padanya.
Keesokan harinya, sama seperti hari kemarin Ghania menghampiriku lagi setelah pulang sekolah, kebetulan kelas dia pulang lebih awal dibanding dengan kelasku. Ketika aku keluar kelas Ghania sudah ada di depan kelasku sejak beberapa menit yang lalu, karena sebelumnya ia sudah mengajakku untuk pulang bareng, jarak rumahku dan rumahnya pun tak begitu jauh, dia memang tetanggaku. Aku dan Ghania sudah bersahabat sejak kita berdua masih kecil.
“Saa, aku mau sih berubah kaya kamu, taat pada perintah Allah, aku juga mau mutusin Rendi tapii” “tapi apa?”tanyaku menyerobot ucapan Ghania “tapi aku gak tau gimana mutusinnya, nanti kalau dianya malah marah kaya gimana? Nanti juga pasti disangkanya aku udah gaa..” “sayang? Udah gak cinta, gitu?” lagi-lagi aku memotong ucapan Ghania “justru karna kamu sayang sama dia, jadi kamu gak mau ngebiarin diri kamu sendiri juga si Rendi masuk neraka, gituu cantik. Udah nanti kamu jelasin aja ke diannya, insyaAllah lah kalau kamu jelasin mah diannya juga terima dengan lapang dada. Atau mau aku yang bilanginnya?”lanjutku sambil agak tertawa. “emm, ya terserah sih, aku aja yang bilang tapi kamu temenin dan bantuin aku okee..?” ujarnya pede. “oke-oke siap my friend”ucapku dengan bahagia.
Beberapa hari kemudian. Langit begitu cerah, mungkin mata hari pun sedang tersenyum, melihat aku dan Ghania tetap bersama, melangkah, menuju kehidupan islam, kehidupan baru dengan lika-likunya  yang akan kita hadapi bersama, melupakan masa lalu, mempersiapkan masa depan di jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Ya ‘Ghania’ tetaplah sahabatku dan kini dia bukanlah sahabat yang biasa-biasa saja tapi ia adalah sahabat menuju taat, ya dia sahabat hijrahku.

Ilmu itu Cahaya di Zaman Peradaban Gemilang

Ilmu itu Cahaya di Zaman Peradaban Gemilang
Oleh A’la Inayaturobbi
Siang itu aku bangun dari tidurku  kubuka mataku seraya berdoa di dalam hati kepada Allah  dalam nikmat yang Allah berikan untukku. Kulihat jendela kamarku dan aku berkata”masyaAllah la quwwata illa bllah, ya Allah atas nikmat ini”. Aku berkata dalam hati. dan melihat sekeliling kamarku aku membuka mata, kemudian menutupnya kembali, dan membuka mata lagi kemudian menghelai nafas panjang “hhhhhhhhhmmmmmmmm” helaianku. Lagi-lagi aku sangat bersyukur sekali atas nikmat ini. Aku  bangun dari tidurku dengan disambut oleh hangat nya mentari yang indah yang ketika kita melihat nya mata kita tidak tahan untuk melihatnya dikarenakan panasnya yang luar biasa . Aku bersyukur lagi. Aku berdiri menatap atap kamarku, kasurku dan ternyata ada notebook di kasurku, aku langsung lihat notebook itu dan baru kusadari, ternyata notebook ini menemani tidurku tadi. “Ooo ya Allah”UCAPKU. Aku lupa mematikan notebooknya… aku lihat wallipaper nya gambar hutan yang disinari dengan sinar mentari yang indah.. aku menghelaikan nafasku dalam-daalam dan aku merenung sejenak. Melihat gambar ini aku jadi nangis.. aku terharu sekali  aku bayangkan aku berada di hutan itu sendrian. Aku nangis bukan karena aku takut kalau aku dihutan sendirian. Tapi aku membayangkan aku dihutan sendirian dengan tanpa ditemani seseorang dan aku merasakan keindahan hutan itu karna  hangat nya sinar mentari pada badanku. Hehe… bukan. Bukan itu.  tapi, disamping lain aku  mebayangkan aku didalam hutan itu aku melihat suatu pohon. Aku rasakan masa kekhilafahan. aku khalayak mimpi saja,bahwa, aku berada di dalam hidup yang sejahtera dan aman sentosa di dalam naungan khilafah. Itu yang aku fikirkan Masalahnya. aku nangis.” yaAllah”, curahku. sekarang bukanlah zaman kekhlafahan sebagaimana dulu yang hidup aman sentosa, mencai ilmu sangat nikmat sekali yang kubayangakan dahulu. Ilmu itu sangat di minati oleh banyak kalangan pada dulu dimasa kejayaan islam, bahkan oleh” noni” sekalipun. That right? dan dulu, mereka itu berfikir hidup hanya untuk islam, jadi mereka sangat cinta pada  ilmu. Seperti ilmuwan muslim misalnya, Alkawarizmi penemu angka 0, ibnu sina sebagai bapak kedokteran, alhaytsami, ibnu kholdun, dll mereka ilmuwan-ilmuwan muslim yang beriman pada Allah yang keilmuwannya tinggi. Bagaimana ketika syeikh ibnu hajar alasqalani misalnya. begitu cinta terhadap ilmu, sampai-sampai pernah disuatu masa, beliau pulang dari tempat pencaran ilmunya, kerumahnya dengan melewati hutan. dan di hutan beliau melihat air yang menetes keatas batu. Yang awal batu itu keras, menjadi lembek karena lamanya ditetesi air. Lalu syeikh ibnu hajar alasqalani ini befikir, ilmu yang susah jika kita terus-menerus mencari ilmu dengan sabar maka in sya Allah ilmu itu akan mudah didapat. Beda banget kan sama zaman sekarang, yang seharusnya para pemuda menjadi harapan ummat, menjadi pemimpin ummat,menadi gerda terdepan dalam segala hal, berani mati hanya demi islam dsb. tapi faktanya mereka sekrang sebagai “pembebek” asing yang mengikut kebarat-baratan, yang sangat jauh sekali dari pemahaman islam. Aku seddih. Ingin sekali rasanya merasakan seperti dulu di zaman khilafah. Pendidikan sangat melejit, islam adalah agama paipurna di dunia. Di zaman khilafah, kaum muslim beriman pada Allah, yang damai dan ridho mereka diatur oleh islam ajaran dari Alah swt sebagai pencipta dan pengatur alam semesta. islam sebagai sumber solusi, semua merujuk pada islam. Tidak seperti zaman ini. Islam semakin asing, dan semakin jauhh dari fikiran orang-orang muslim, islam disebut kuno, teroris,jahat, tidak adil dan lain2. Itu karena mereka  tidak faham, atau tidak mau faham dan bahkan slah faham ._. Padahal sejatinya, faktanya tidak begitu, dulu islam tegak dimuka bumi slama 14 abad. Dan rakyatnya terbukti aman dan sejahtera. mereka  pertama dalam sains dan tekhnology, mereka cinta sekali ilmu, mereka paling pertama dalam bidang pendidikan, mereka pada pintar-pintar. Aku harap, semoga pemuda-pemudi islam zaman ini, bangkit dan mendalami, memahami islam untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. Semoga khilafah ala minhajjinNubuwwah yang dijanjikan tegak segera dan  kita bisa merasakan dan berkotribusi didalamnya sebagaimana para sahabat sahabiyah rasulullah saw dulu pada saat membangun daulah islam pertama di muka bumi ini. Aamiin

A’la Inayaturobbi
MDTA Darul Bayan


Hidayah Allah

Hidayah Allah
Oleh Putri

Dua orang sahabat bernama Risa dan Rifa mereka murid dari salah satu SMA terfavorit di Bandar Lampung SMAN 8 Bandar Lampung. Senin pagi Risa dan Rifa terlambat datang ke sekolah, mereka dikenakan hukuman oleh guru BK. “Huhh hukuman gua seberat ini!” keluh Risa dan Rifa mereka disuruh oleh guru BK lari lapangan sebanyak 25 kali. “Gila kali yah tuh guru bisa-bisanya ngehukum gua seberat ini!” Tanya Rifa kesal. “Dasar tuh guru enggak capek apa ngehukum kita terus” sahut Risa kepada Rifa. Lelah belum saja terbayar mereka pun langsung masuk ke kelas, sesampainya di kelas mereka dikenakan hukuman lagi. “ihhh ini guru pada nyebelin amat sih!” kelus Rifa.
Setelah jam pelajaran selesai mereka  pun pulang bersama. Sepanjang jalan mereka selalu berbicara tentang bagaimana cara agar mereka tidak dihukum lagi. Selasa pagi mereka tidak telat untuk pertama kalinya. “syukur deh enggak telat” kata Risa. “Hey kalian?!” seorang guru agama Islam memanggil Rifa dan Risa. “iya pak, ada apa?” jawab Risa. “apa-apaan kalian ke sekolah memakai rok mini, peraturan disini tidak ada yang boleh memakai rok mini di atas dengkul, paham kalian!!” utasan guru itu. “baik pak” jawab mereka.

Keesokkan harinya lagi-lagi guru agama menghampiri mereka, tetapi guru itu tidak memarahi mereka. “nah kalau gini juga enakkan dilihatnya” pujian guru agama itu. “hehe iya pak” jawab mereka. Saat mereka masuk ke kelas, teman-teman sekelas heran melihat mereka yang terbiasa berandalan, tetapi hari ini terlihat cantik, rapi dan anggun dengan menggunakan hijab berwarna putih. “masyaallah cantik yah kalau kalian memakai hijab kayak gini” salah satu pujian temannya. “ tumben, ada angin apa Sa, Fa? Tiba –tiba memakai hijab?” Tanya temannya. “ini adalah hidayah dari Allah SWT yang dititipkan kepada kami” jawabnya dengan anggun. “subhanallah” pujian semua murid dan guru yang melihatnya sejak saat itu Rifa dan Risa berubah menjadi gadis remaja yang anggun dan sopan.

SHOFA DAN MARWAH



SHOFA DAN MARWAH
Oleh Fanisa Athala S.

(cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, tempat, itu hanya kebetulan belaka)
Hembusan angin sore, berhembus ke arah dua  sahabat kecil bernama Shofa dan Marwah yang sedang asyik bermain ayunan di taman bermain dekat rumah mereka. Mereka sepertinya sudah dipersahabatkansebelum kelahiran mereka, karena orang tua mereka juga bersahabat.Mereka selalu bersama, seperti anak kembar yang tak bisa dipisahkan. Hingga disuatu ketika, kebersamaan  mereka harus terpisah oleh jarak yang cukup jauh dan waktu yang yang cukup lama. Shofa harus pergi meninggalkan Marwah untuk memperdalam agama islam di sebuah pesantren.
Setelah tiga tahun lama nya mereka terpisahkan, sekarang telah terlihat bersama kembali. Mereka sedang berjalan dalam indahnya taman yang dipenuhi bunga-bunga yang sedang mekar, sembari bercerita tentang kehidupan mereka yang dijalani selama tiga tahun itu. Hari-hari mereka lalui bersama melepas rasa rindu mereka dengan tawa, canda, kebahagian selalu terlihan diantara keduanya saat bersama. Tapi, Marwah merasa ada yang beda dari Shofa, sejak pertama bertemu.Mulai dari penampilan dan sifatnya yang begitu terlihat islami, “mungkin karena dia telah lama hidup dipesantren”, pikir Marwah. Awalnya Marwah tidak terlalu ambil pusing akan perubahan Shofa. Tapi, lama kelamaan Marwah merasa terganggu karena Shofa yang terus menasihatinya.” Tentang hukum menutup aurat, perempuan dianjurkan begini dan begitu, semua yang ia katakan selalu berdasarkan bagaimana kata islam Allah mengaturnya. Kalau dipikir-prkir ucapan Shofa  memang tak ada salahnya, tapi itu sangat bertentangan dengan kebiasaan serta gaya hidupku selama ini. Kitakan Negara demokrasi bebas mengemukakan pendapat dan bertingkah laku bukan?aku tahu Shofa ingin yang terbaik bagiku. Tapi entahlah hati ini selalu menentang perintahnya, seakan hanya dia sedang bicara omong kosong saja.” Kesal Marwah. Hingga disuatu hari, Marwah begitu marah kepada Shofa. Di pagi hari saat mereka akan pergi untu jalan-jalan Shofa menyuruh Marwah untuk mengenakan pakaian tertutup jilbab dan kerudung, saat mereka ketempat makan Shofa membicarakan halal dan haramnya makanan, dan puncaknya saat Marwah sedang merasa senang-senangnya karena lelaki yang ia suka menyukainya juga, tapi Shofamalah  menegur  Marwah mengiangatkan  hukumnya bercambur baur dengan lawan jenis dan batasan bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahrom. Padahal sebelumnya Marwah telah bercerita bahwa ia sedang menyukai seorang. Marwah merasa Shofa sudah tidak mengerti perasaannya lagi, ia menjadi sangat berubah sekarang. Shofa terlalu banyak ikut campur dan mengurusi urusannya, serta banyak mengatur urusan kehidupan Marwah, dengan alas an yang sudah sering Shofa ucapkan ,”kita sebagai umat muslim diperintakan untuk saling amar ma’ruf nahyi munkar, Shofa menyayangi Marwah karena Allah, aku pingin persahabat kita ini ga hanya persahabatan biasa tapi persahabatan karena Allah, Mar.”
Hubungan persahabatan mereka pun mulai memburuk. Marwah mulai menjauh dari Shofa, saat Shofa menghubunginya baik lewat media ataupun menghampiri langsung ke rumah Marwah , Marwah selalu beralasan agar tidak menjawab dan bertemu Shofa. Tapi, sebenarnya Marwah sangat sedih dengan keadaan persahabatannya saat ini, begitu pula dengan Shofa.Dilubuk hati yang terdalam Marwah tidak tega memperlakukan Shofa seperti itu.Hingga pada akhirnya mereka menjadi saling tidak memberikan kabar.
Disisi lain kemarahan Marwah, ia tetap merasa khawatir akan keadaan Shofa saat ini. Pasalnya sudah seminggu ini Shofa tidak memberikan kabar.Padahal seminggu yang lalu itu Shofa masih menghubungi Marwah untuk meminta maaf bila kata-katanya membuat tersinggung Marwah, dan mengajaknya untuk bertemu.Marwah menjadi tidak tenang, iapun berangkat ke rumah Shofa berniat meminta maaf kepadanya. Sebesar apapun marahnya marwah, ia tetap menyangi Shofa layaknya saudara. Namun, setelah sampai di rumah Shofa.Rumahnya itu nampaknya sepi tidak ada orang. Marwah mencoba mengetuk-ngetuk pintu dan menekan bel sembari mengucapkan salam berkali-kalipun tidak ada yang menyauti dari dalam.” Nampaknya memang sedang tidak ada orang.Tapi kemana mereka pergi?Seingatku Shofa kembali ke pesantrennya lima hari lagi.”pikir Marwah. Marwah pun beranjak pulang.Saat di penjalanan pulang Marwah bertemu dengan kakaknya Shofa, Kak Syakir.Marwah pun menanyakan tentang keadaan dan kabar Shofa sekarang ini.Begitu terkejutnya Marwah tatkala mengetahui penyebab Shofa tidak ada kabar beberapa hari ini.Ternyata Shofa sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit kankernya.Tanpa pikir panjang Marwah meminta kak Syakir untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Shofa dirawat.
Saat marwah memasuki kamar rawat Shofa, disana ada ayah dan bunda Shofa yang sedang menjaganya. Marwah melihat sekeliling kamar, ia pun terpaku  terdiam  tatkala melihat sahabatnya itu terbaring lemas dangan segala bantuan alat rumah sakit. Marwah tak kuasa menahan tangis, iapun mendekat kearah Shofa yang terbaring lemas lalu memeluknya sambil menangis. Marwah bicara akan kekesalannya  dan penyesalannya dengan harapan agar Shofa akan bangun mendengar penuturannya sambil dibarengi dengan isak tangisnya membuat omongannya menjadi tidak jelas. Bunda Shofa mengusap punduk Marwah  dan mencoba menenangkannya. Marwah pun bangun dan memeluk erat Bunda Shofa, ia terus menangis sambil mengutarakan penyesalannya. Mendengar ucapan Marwah, Bunda Shofapun ikut meneteskan air mata juga. Bagaimanapun  mereka sudah bersahabat sejak kecil. Bunda Shofa juga menyayangi Marwah layaknya anak sendiri, begitu pula dengan ayah Shofa.Setelah semuanya tenang.Bunda Shofa menceritakan awal dan sebab Shofa memiliki penyakit itu.Mendengar penuturan Bunda Shofa, Marwah kembali menguraikan air mata sambil menundukan kepala.Rasanya setengah jiwanya hilang, karena baginya Shofa seperti separuh jiwanya.Shofa yang selalu menemani hari-hari Marwah, dia yang selalu mendengarkan curhatan Marwah, memberi semangat kepada Marwah, dia merupakan sahabat terbaik Marwah.Meski waktu yang lama telah memisahkan mereka, mereka tetap mempertahannya persahabatan mereka.
Setelah bercerita, Bunda Shofa memberikan sebuah buku diary milik Shofa untuk dibaca Marwah.Dan pergi keluar bersama Ayah Shofa mengambil obat di apotik.Belum selesai isak tangis Marwah, dadanya kembali merasa sesak membaca tulisan-tulisan di buku diary Shofa. Sesekali ia tersenyum membaca buku itu, tapi kebanyakan diantaranya membuat kenangan indah dan menyedihkan terlintas dalam memori ingatannya. Membuat ia kembali mengurai air mata. Banyak cerita dan pengalaman hidup yang Shofa tulis di buku diarynya.Marwah juga menuliskan rasanya hidup di pesantren, mendapatkan banyak ilmu, menemukan berbagai macam karakter teman di pesantren, perjalanan perubahan hidupnya dalam memperbaiki diri menjadi sosok yang lebih bertakwa.Ia juga menuliskan kerinduannya kepada marwah dan menginginkan Marwah ikut berhijrah bersamanya, serta berbagai harapan kehidupannya. Karena Shofa tau ia tak akan hidup lama. Tangisan Marwah semakin menjadi. Ia menatap wajah Shofa yang pucat, “ Sahabat macam apa aku ini? Bagaimana bisa aku tidak mengetahui kondisi sahabatku sendiri?Aku memang egois, aku yang terus menerus hanya memikirkan perasaanku saja tanpa sengaja aku melupakan perasaan dan kondisimu.Kenyataan bahwa kamu punya penyakit tu sejak lamapun aku tidak mengetahuinya.”Pekik Shofa dalam hati.Marwah pun mencoba menenangkan dirinya, ia menarik napas dalam-dalam.” Aku akan berusaha berubah Shof. Maafin aku yang selama ini gak pernah peduliin niat baik kamu merubah aku menjadi lebih baik. Aku akan mencoba untuk berhijrah, seperti yang kamu katakan. Aku akan mencoba menutup aurat dengan sempurna menggunakan jilbab dan kerudung  yang lebar dan panjang. Aku akan menjaga interaksi dengan laki-laki yang bukan muhrimku sesuai dengan syariat Islam seperti yang kamu bilang, aku gak akan pacaran. Aku akan ikut acara-acara majelis ilmu dan kajian remaja yang selalu kamu ajak, kita nanti berangkat bareng. Kamu harus sembuh, Shof.”Ucap Marwah disertai isak tangisnya yang sedikit lebih tenang.Ia berbicara pada tubuh yang tak sadarkan diri. Marwah memegang tangan Shofa erat, seakan memberi kekuatan untuk membuat Shofa sadar.
Bunda Shofa kembali datang ke kamar rawat.Lalu, melanjutkan perbincangan dengan Marwah. Waktu telah menunjukan pukul lima sore.Bunda Shofa memaksa Marwah untuk pulang dulu saja, karena hari sudah mulai gelap. Akhirnya ,Marwahpun pamitan pada Bunda Shofa untuk pulang dulu, besok kembali lagi ke rumah sakit.” Cepet sembuh ya, Shof! Aku pulang dulu besok kesini lagi.”Ucap Marwah sebelum pergi.
Keesokkan harinya, sesuai yang dikatakan Marwah kemarin ia kembali ke rumah sakit menemui Shofa. Sekarang, ia sedang dalam perjalanan bersama dengan Bunda dan Ayahnya.  Ia bergitu senang dengan kabar baik dari Bunda Shofa, kata dokter “kondisi Shofa mulai membaik. Kita do’akan saja yang terbaik semoga Shofa lekas sembuh dan sadarkan diri.”Tadi malam.Kabarnya pagi ini Shofa telah siuman.Ia tak bisa menahan kerinduannya kepada Shofa, ingin rasanya cepat sampai di rumah sakit. Ia begitu senang. Ia ingin memperlihatkan perubahan penampilan hijrahnya kepada Shofa. Sesuai yang Marwah katakan kemarin,  ia akan mencoba merubah menjadi seorang perempuan muslim yang lebih taat kepada Allah. Sekarang Marwah begitu sangat cantik dengan balutan jilbab yang menutupi badannya secara sempurna dan kerudung panjang serta lebar yang menutupi rambutnya, Masyaallah.Perubahan Marwah begitu mengejutkan kedua orang tuanya, kedua orang tuanya pun begitu senang. Marwah yakin Shofapun akan senang, melihat perubahan Marwah ini.

Sesampainya di rumah sakit, ia berjalan mendahului orang tuanya sambil sedikit berlari. Ia ingin segera bertemu dengan Shofa.  Saat dia akan memasuki kamar rawat Shofa, ia merasa heran mendengar suara tangisan dari dalam. Marwah pun memasuki kamar rawat Shofa. Begitu terkejut Marwah melihat apa yang terjadi. Rasa tak percaya membuatnya tak karuan.Ia bertanya pada semua yang ada ayah, bunda, dan kakak Shofa. Kak Syakir hanya mengatakan “ kamu harus sabar. Kita sama-sama kehilangan Shofa”.Sekujur tubuhnya merasa kaku, mulutnya terasa kelu, dadanya terasa sesak.Kak Syakir bercerita, sebelum kepergian Shofa.Shofa menitip pesan untuk kamu. ‘’janganlah lakukan sesuatu karena akulakukanlah semuanya  karena Allah, aku mencintai  Marwah karena allah  ‘’ucap Shofa. Marwah pun menangis setelah apa yang diucapkan ka Syakir. Ia mengingat kenangan dulunya bersama shofa. Ia mengingat semua ucapan yang Shofa katakan.” Inyaallah aku akan  lakukan semua yang pernah kamu katakan karena Allah. Terima kasih telah menuntunku menjadi lebih baik.Aku pun mencintai kamu karena Allah.Sekali lagi terimah kasih.”Ucap Marwah dengan lembut.Ia terlihat lebih tenang sekarang. Meski air mata tetap mengalir. ‘”Ya Allah, ampunilah ia… Ya Allah, tetapkanlah jawabannya….” Doa Marwah.

GADIS PELIPUR LARA


Oleh Pebriani khoirunnisa 

Ketenangan berbalut kegembiraan teraut di wajahnya , senyumnya yang indah mempesona membuatnya banyak disukai orang -orang disekitarnya .wataknya yang peiriang dan ramah membuatku selalu ingin berteman denganya. Fifah, begitulah orang-orang memangilnya .seorang ssahabat dan motivatorku kala itu.
Kenangan bersamanya ,berawal ketika orang tuaku menyekolahkanku di suatu tempat yang lumayan jauh dari rumahku ,tepatnya di Jatinangor ,Sumedang. Sebuah sekolah menengah pertama plus pondok pesantren modereren , disanalah ku tingaldan belajar banyak hal.
Tinggal jauh dari orang tua terasa sangat berat bagiku kala itu. Hari-hari pertamaku di pesantren di penuhi banyak hal yang tak biasa ku alami , namun hal itu membuatku menjadi pribadi yang lebih baik. Di hari pertama ,ketika  Jam tengah menunjukan pukul delapan malam hari , suasa haru dam rindu mulai melanda para santriwati baru kelas tujuh yang belum terbiasa hidup tanpa orang tua. Begitu pula dengan diriku , ketika itu aku mencoba menghibur dan menegarkan diri dengan pergi keluar asrama dan duduk di pipiran masjid sambil menikmati suana pondok dimalam hari yang tenang dan sepi .ketika itu ,terdengar suara tawa penuh keceriaan yang mengalihkan arah pandangku. Rupanya itu adalah suara Fifah yang sedang menghibur temanya di dekatku . Rasa heran dengan penuh Tanya, tengtang apa yang membuatnya tegar teringiang-ingiang dalam benakku .ingin ku bercengkrama dan berteman dengannya ,namun karna sifatku yang pemalu kalaitu, membuatku mengurungkan keinginanku.
Setelah satu tahun lamanya tingal di pondok aku mulai memberanikan diri tuk berteman dengan banyak orang termasuk dengan fifah. Dan barulah kutemukan jawabanyang pernah terngiang di benakku satu tahun yang lalu ,rupanya dia adalah anak yatim yang besar dan hidup mandiri bersama kakak-kakaknya , karna ibunya yang sering sakit dan sangat pendiam ketika sang suami meningal dunia . hal itu membuatku iba dan kagum pada pribadinya yang tegar dan tetap ceria .
Ketika kesedihan dan kegalauan melandaku, Fifah selalu siap membantu memberiku solusi dan menghibur . kata-katanya yang tegas dan ramah membuatku selalu menerima nasihatnya . begitupala kekita perintah berdakwah dan berjilabab ku tahui , dia dan teman-temanku yang lain siap menemaniku dalam menjalankan perintah sang Kholik yang Maha Adil dan Bijaksana. Walaupun belum bisa ku jalani semua kala itu, dikarnakan hidup dilingkungan yang penuh modernisasi, liberalisasi, dan sekularisme. Nemun sedikit demi sedikit perjalan berhijrah tetap kita arungi bersama .
Kebersamaanku dengannya mulai merenggang .pada suatu saat,ketika hal yang tak terduga mulai melanda Fifah,tepatnya pada bulan November 2015 , Fifah sahabatku difonis para medis menderita penyakit leukemia tingkat akhir , yang mengharuskanya segera dirawat di rumah sakit secara intensif . kabar itu sungguh membuat kaget  teman-temannya dan orang-orang sekitarnya .
            Satu bulan kemudian , fifah datang ke pondok, namun bukan tuk kembali belajar bersama kami lagi, namun fifah datang berkunjung tuk menghapuskan rasa pilu dan khawatir para teman-temannya . kulihat perawakankannya yang dulunya sehat bugar , saat itu tampak berubah derastis , kulitnya yang menjadi sangat pucat , badannya yang menjadi sangat kurus dan lemah membisu di atas kursi roda dan impusan yang menancab ditanganya , membuatku dan teman-teman lainnya tak kuasa menahan bendungan air mata yang mulai meluap dan membasahi pipi. Namun, Fifah yang tegar , tidak ikut menangisi kondisinya , yang ada dialah yang menegarkan kita dengan tersenyum ikhlas ke arah kita dan  dengan memberi isyarat  jempol  yang menandakan bahwa dia kuat dan ikhlas atas penyakit yang menimpanya. Lalu kursi rodanya didrong sang kakak menuju rumah pak kiyai yang sangat berdekatan dengan asaramaku ,untuk meminta air doa dan nasihat . setelah itu fifah berpamitan pada teman-temanya dan kembali kerumah sakit dengan memakai ambulan tuk dirawat kembali karna kondisinya yang belum sembuh total.
            Tiga bulan kemudian ku mendapat kabar dari kakak ipar Fifah yang selaku pengajar di sekolahku ,bahwa kondisi Fifah makin memprihatikan . darah putih dalam tubuhnya makin meningkat dan sudah menyebar hingga ke paru-paru dan lambung.namun, fifah yang sabar dan tegar , masih sempat membuat video tentanganya untuk teman-temanya yang berisikan salam-salam sapaan dan rindu ,dan mohon didoakan yang terbaik terhadap penyakit yang di deritanya . video itu kai tonton bersama di kelas di jam pelajaran ustadz Mukhlis (kakak ipar Fifah)
            Sampai detik-detik kelulusan dan perpisahanpun , fifah belum kunjung sembuh . Hal itu membuat kami sedih dan resah. Namun ,dia tetap menguat diri untuk menghadiri panggung perpisahan kami dan untuk melepas rasa resah ,sedih ,dan rindu para sahabatnya dan teman-temanya, yang akan berpisah untuk menapaki tingkat pendidikan selanjutnya di tempat yang berbeda-beda dan berjauhan.
            Usai kelusasan ku lihat foto-foto teman-temanku yang sedang menengok fifah yang sudah tak dirawat lagi di rumah sakit , hal itu membuatku bahagia karna kulihat kulihat kondisi fifah lumayan membaik dari sebelumnya.ku sapadan tanya dia di medsos dan jawabanya pun cukup membuatku lega .3 hari kemudian ,ketika kubuka akun medsosku banyak status yang terpangpangkan foto fifah disitu . firasat buruk mulai mengentarkan hatiku , ketika ku mulai membaca status mereka ,rasa tak percaya dan kaget membuatku bertanya pada puluhan temanku memalai sosmed tentang kebenaran status itu. Setelah tiga balasan ku baca baru kupercaya atas kepulanganya ke dunia akhirat sana. Tak kusadari hal itu membuatku menitikan air mata kehilangan yang pilu.
            Ku ikhlaskan kepulangannya dengan ikut mensholatkanya dan memakamkanya yang bertempatkan di wilayah dekat pondok pesantren ,jatinangor. Setelah ku sampai di masjid pondok, kulihat para pelayad yang tak asing lagi bagiku ,rupanya teman seangkatanku,para guru dan keluarga pondok  pun ikut menghadiri pemakaman fifah.tak lama kemudian suara sirine mobil ambulan datang membawa jenazah fifah untuk di sholatkan . suasana berkabung menyelimuti para pelayad di hari jumat yang haru. Setelah jenazah di tempatka di depan masjid , sepatah kata dari para keluarga ,teman ,dan guru ,mengikhaskan kepulangan fifah.dilanjutkan dengan shot jenazah dan doa.
            Usai sholat jenazah kalimat la ilahailallah mengiringi jenazah fifah menuju pemakan dengan jumlah pengantar lebih dari lima puluh orang .proses penguburan berjalan lancar dan tenang .tingalah tangisan keci para keluarga dan teman ,yang satu per satu pergi meninggalkan fifah ,di alam kuburnya sendirian.
            Duhai Fifah dengan nama lengkap Afifatuzahra, sahabatku .kini penderitaanmu melawan penyakit telah usai , seyuman dan kebaikanmu tak pernah ku lupakan,ketegaran dan kesabaranmu telah mengajarkan ku makna hidup dan sabar.Fifah sahabatku ,doaku untukmu ,semoga Allah menerima amal sholihmu ,menghapuskan dosa-dosamu, dan menempatkanmu dan mempertemukan kita di jannahNya yang tertinggi ,surga firdaus. Allahummagfirlaha warhamha waafiha wafuanha Ya Robb…

            

Senin, 06 Maret 2017

Ketika Kak Fazza Salah

Ketika Kak Fazza Salah 

Oleh Hasna Dieni Rozanah 

Siang hari itu adalah saat yang paling membahagiakan bagi Fazza, seorang kakak yang memiliki satu adik kecil ini menjadi sosok yang terkenal dikalangan teman-temannya, dan para remaja. Tak hanya terkenal, ia pun menjadi sosok yang dikagumi dan didamba oleh banyak orang. Bagaimana tidak disukai banyak orang jikalau dia adalah seorang laki-laki tampan, pintar, dan juga termasuk anak yang sholeh. Ya siang hari itu adalah saat yang membahagiakan bagi Fazza, kenapa? Karena ia pada siang itu diberi undangan ke salah satu stasiun radio di kotanya. Walaupun memang acaranya bukan pada siang hari itu, tapi entah ia merasa bahagia hanya dengan undangan itu saja. Tanpa berpikir panjang dan tanpa perlu izin pada siapa pun, Fazza menyanggupi untuk hadir pada acara di radio esok harinya. Fazza yang masih duduk di kelas 3 SMA ini memang tak pernah lagi izin pada orangtuanya, ketika ia hendak pergi-pergian. Bukan karna ia seorang tak tau adab ataupun apalah, tapi kini ia memang hanya tinggal berdua dengan adik perempuannya yang kini masih duduk di bangku SMP kelas 1, nenek-kakek ataupun bibi-pamannya biasa datang seminggu sekali untuk mengontrol keadaan mereka berdua. Ayah Fazza dan Nisa meniggal ketika Fazza masih berumur lima tahun dan ketika Nisa baru hidup di dunia selama seminggu, sehingga Nisa sama sekali tak pernah melihat langsung wajah ayahnya selain di foto. Ibunya pun menyusul sang suami sejak tiga tahun yang lalu, tepatnya saat Fazza kelas 3 SMP dan Nisa kelas 4 SD.

Jangan Berputus Asa

Jangan Berputus Asa 

Oleh Nurul Faizah

Namaku Laras aku seorang siswi kelas 8 SMP IT Al-Mujahid. Di sinilah awal ceritaku.   
Sekarang sudah memasuki awal bulan Juni. Menurut kalender akademik, minggu ke tiga di bulan Juni ini adalah waktu bagi para pelajar untuk mengikuti UKK atau Ujian Kenaikan Kelas. Namun menurutku bulan ini adalah bulan yang paling tidak aku sukai, kenapa? Ya, karena di bulan ini aku harus mempelajari atau menghafal kembali bertumpuk-tumpuk buku pelajaran untuk persiapan UKK. Sedangkan aku ini orang yang kurang mampu memahami pelajaran dengan cepat, sehingga aku merasa pusing ketika mendekati ujian yang terkadang membuatku putus asa dan berakhir pada pilihan yang salah yaitu memilih untuk tidak belajar.