SHOFA DAN MARWAH
Oleh Fanisa Athala S.
(cerita
ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, tempat, itu hanya kebetulan
belaka)
Hembusan
angin sore, berhembus ke arah dua
sahabat kecil bernama Shofa dan Marwah yang sedang asyik bermain ayunan
di taman bermain dekat rumah mereka. Mereka sepertinya sudah dipersahabatkansebelum
kelahiran mereka, karena orang tua mereka juga bersahabat.Mereka selalu
bersama, seperti anak kembar yang tak bisa dipisahkan. Hingga disuatu ketika,
kebersamaan mereka harus terpisah oleh
jarak yang cukup jauh dan waktu yang yang cukup lama. Shofa harus pergi meninggalkan
Marwah untuk memperdalam agama islam di sebuah pesantren.
Setelah
tiga tahun lama nya mereka terpisahkan, sekarang telah terlihat bersama
kembali. Mereka sedang berjalan dalam indahnya taman yang dipenuhi bunga-bunga
yang sedang mekar, sembari bercerita tentang kehidupan mereka yang dijalani
selama tiga tahun itu. Hari-hari mereka lalui bersama melepas rasa rindu mereka
dengan tawa, canda, kebahagian selalu terlihan diantara keduanya saat bersama.
Tapi, Marwah merasa ada yang beda dari Shofa, sejak pertama bertemu.Mulai dari
penampilan dan sifatnya yang begitu terlihat islami, “mungkin karena dia telah
lama hidup dipesantren”, pikir Marwah. Awalnya Marwah tidak terlalu ambil
pusing akan perubahan Shofa. Tapi, lama kelamaan Marwah merasa terganggu karena
Shofa yang terus menasihatinya.” Tentang hukum menutup aurat, perempuan
dianjurkan begini dan begitu, semua yang ia katakan selalu berdasarkan
bagaimana kata islam Allah mengaturnya. Kalau dipikir-prkir ucapan Shofa memang tak ada salahnya, tapi itu sangat
bertentangan dengan kebiasaan serta gaya hidupku selama ini. Kitakan Negara
demokrasi bebas mengemukakan pendapat dan bertingkah laku bukan?aku tahu Shofa
ingin yang terbaik bagiku. Tapi entahlah hati ini selalu menentang perintahnya,
seakan hanya dia sedang bicara omong kosong saja.” Kesal Marwah. Hingga disuatu
hari, Marwah begitu marah kepada Shofa. Di pagi hari saat mereka akan pergi
untu jalan-jalan Shofa menyuruh Marwah untuk mengenakan pakaian tertutup jilbab
dan kerudung, saat mereka ketempat makan Shofa membicarakan halal dan haramnya
makanan, dan puncaknya saat Marwah sedang merasa senang-senangnya karena lelaki
yang ia suka menyukainya juga, tapi Shofamalah menegur
Marwah mengiangatkan hukumnya
bercambur baur dengan lawan jenis dan batasan bergaul dengan lawan jenis yang
bukan mahrom. Padahal sebelumnya Marwah telah bercerita bahwa ia sedang
menyukai seorang. Marwah merasa Shofa sudah tidak mengerti perasaannya lagi, ia
menjadi sangat berubah sekarang. Shofa terlalu banyak ikut campur dan mengurusi
urusannya, serta banyak mengatur urusan kehidupan Marwah, dengan alas an yang
sudah sering Shofa ucapkan ,”kita sebagai umat muslim diperintakan untuk saling
amar ma’ruf nahyi munkar, Shofa menyayangi Marwah karena Allah, aku pingin
persahabat kita ini ga hanya persahabatan biasa tapi persahabatan karena Allah,
Mar.”
Hubungan
persahabatan mereka pun mulai memburuk. Marwah mulai menjauh dari Shofa, saat
Shofa menghubunginya baik lewat media ataupun menghampiri langsung ke rumah
Marwah , Marwah selalu beralasan agar tidak menjawab dan bertemu Shofa. Tapi,
sebenarnya Marwah sangat sedih dengan keadaan persahabatannya saat ini, begitu
pula dengan Shofa.Dilubuk hati yang terdalam Marwah tidak tega memperlakukan
Shofa seperti itu.Hingga pada akhirnya mereka menjadi saling tidak memberikan kabar.
Disisi
lain kemarahan Marwah, ia tetap merasa khawatir akan keadaan Shofa saat ini.
Pasalnya sudah seminggu ini Shofa tidak memberikan kabar.Padahal seminggu yang
lalu itu Shofa masih menghubungi Marwah untuk meminta maaf bila kata-katanya
membuat tersinggung Marwah, dan mengajaknya untuk bertemu.Marwah menjadi tidak
tenang, iapun berangkat ke rumah Shofa berniat meminta maaf kepadanya. Sebesar
apapun marahnya marwah, ia tetap menyangi Shofa layaknya saudara. Namun,
setelah sampai di rumah Shofa.Rumahnya itu nampaknya sepi tidak ada orang.
Marwah mencoba mengetuk-ngetuk pintu dan menekan bel sembari mengucapkan salam
berkali-kalipun tidak ada yang menyauti dari dalam.” Nampaknya memang sedang
tidak ada orang.Tapi kemana mereka pergi?Seingatku Shofa kembali ke
pesantrennya lima hari lagi.”pikir Marwah. Marwah pun beranjak pulang.Saat di
penjalanan pulang Marwah bertemu dengan kakaknya Shofa, Kak Syakir.Marwah pun
menanyakan tentang keadaan dan kabar Shofa sekarang ini.Begitu terkejutnya
Marwah tatkala mengetahui penyebab Shofa tidak ada kabar beberapa hari
ini.Ternyata Shofa sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit kankernya.Tanpa
pikir panjang Marwah meminta kak Syakir untuk mengantarnya ke rumah sakit
tempat Shofa dirawat.
Saat
marwah memasuki kamar rawat Shofa, disana ada ayah dan bunda Shofa yang sedang
menjaganya. Marwah melihat sekeliling kamar, ia pun terpaku terdiam
tatkala melihat sahabatnya itu terbaring lemas dangan segala bantuan
alat rumah sakit. Marwah tak kuasa menahan tangis, iapun mendekat kearah Shofa
yang terbaring lemas lalu memeluknya sambil menangis. Marwah bicara akan
kekesalannya dan penyesalannya dengan
harapan agar Shofa akan bangun mendengar penuturannya sambil dibarengi dengan
isak tangisnya membuat omongannya menjadi tidak jelas. Bunda Shofa mengusap
punduk Marwah dan mencoba
menenangkannya. Marwah pun bangun dan memeluk erat Bunda Shofa, ia terus menangis
sambil mengutarakan penyesalannya. Mendengar ucapan Marwah, Bunda Shofapun ikut
meneteskan air mata juga. Bagaimanapun mereka sudah bersahabat sejak kecil. Bunda
Shofa juga menyayangi Marwah layaknya anak sendiri, begitu pula dengan ayah
Shofa.Setelah semuanya tenang.Bunda Shofa menceritakan awal dan sebab Shofa
memiliki penyakit itu.Mendengar penuturan Bunda Shofa, Marwah kembali
menguraikan air mata sambil menundukan kepala.Rasanya setengah jiwanya hilang,
karena baginya Shofa seperti separuh jiwanya.Shofa yang selalu menemani
hari-hari Marwah, dia yang selalu mendengarkan curhatan Marwah, memberi
semangat kepada Marwah, dia merupakan sahabat terbaik Marwah.Meski waktu yang
lama telah memisahkan mereka, mereka tetap mempertahannya persahabatan mereka.
Setelah
bercerita, Bunda Shofa memberikan sebuah buku diary milik Shofa untuk dibaca
Marwah.Dan pergi keluar bersama Ayah Shofa mengambil obat di apotik.Belum
selesai isak tangis Marwah, dadanya kembali merasa sesak membaca
tulisan-tulisan di buku diary Shofa. Sesekali ia tersenyum membaca buku itu,
tapi kebanyakan diantaranya membuat kenangan indah dan menyedihkan terlintas
dalam memori ingatannya. Membuat ia kembali mengurai air mata. Banyak cerita
dan pengalaman hidup yang Shofa tulis di buku diarynya.Marwah juga menuliskan
rasanya hidup di pesantren, mendapatkan banyak ilmu, menemukan berbagai macam
karakter teman di pesantren, perjalanan perubahan hidupnya dalam memperbaiki
diri menjadi sosok yang lebih bertakwa.Ia juga menuliskan kerinduannya kepada
marwah dan menginginkan Marwah ikut berhijrah bersamanya, serta berbagai
harapan kehidupannya. Karena Shofa tau ia tak akan hidup lama. Tangisan Marwah
semakin menjadi. Ia menatap wajah Shofa yang pucat, “ Sahabat macam apa aku
ini? Bagaimana bisa aku tidak mengetahui kondisi sahabatku sendiri?Aku memang
egois, aku yang terus menerus hanya memikirkan perasaanku saja tanpa sengaja
aku melupakan perasaan dan kondisimu.Kenyataan bahwa kamu punya penyakit tu
sejak lamapun aku tidak mengetahuinya.”Pekik Shofa dalam hati.Marwah pun
mencoba menenangkan dirinya, ia menarik napas dalam-dalam.” Aku akan berusaha
berubah Shof. Maafin aku yang selama ini gak pernah peduliin niat baik kamu
merubah aku menjadi lebih baik. Aku akan mencoba untuk berhijrah, seperti yang kamu
katakan. Aku akan mencoba menutup aurat dengan sempurna menggunakan jilbab dan
kerudung yang lebar dan panjang. Aku akan
menjaga interaksi dengan laki-laki yang bukan muhrimku sesuai dengan syariat
Islam seperti yang kamu bilang, aku gak akan pacaran. Aku akan ikut acara-acara
majelis ilmu dan kajian remaja yang selalu kamu ajak, kita nanti berangkat
bareng. Kamu harus sembuh, Shof.”Ucap Marwah disertai isak tangisnya yang
sedikit lebih tenang.Ia berbicara pada tubuh yang tak sadarkan diri. Marwah
memegang tangan Shofa erat, seakan memberi kekuatan untuk membuat Shofa sadar.
Bunda
Shofa kembali datang ke kamar rawat.Lalu, melanjutkan perbincangan dengan
Marwah. Waktu telah menunjukan pukul lima sore.Bunda Shofa memaksa Marwah untuk
pulang dulu saja, karena hari sudah mulai gelap. Akhirnya ,Marwahpun pamitan
pada Bunda Shofa untuk pulang dulu, besok kembali lagi ke rumah sakit.” Cepet
sembuh ya, Shof! Aku pulang dulu besok kesini lagi.”Ucap Marwah sebelum pergi.
Keesokkan
harinya, sesuai yang dikatakan Marwah kemarin ia kembali ke rumah sakit menemui
Shofa. Sekarang, ia sedang dalam perjalanan bersama dengan Bunda dan Ayahnya. Ia bergitu senang dengan kabar baik dari
Bunda Shofa, kata dokter “kondisi Shofa mulai membaik. Kita do’akan saja yang
terbaik semoga Shofa lekas sembuh dan sadarkan diri.”Tadi malam.Kabarnya pagi
ini Shofa telah siuman.Ia tak bisa menahan kerinduannya kepada Shofa, ingin
rasanya cepat sampai di rumah sakit. Ia begitu senang. Ia ingin memperlihatkan
perubahan penampilan hijrahnya kepada Shofa. Sesuai yang Marwah katakan
kemarin, ia akan mencoba merubah menjadi
seorang perempuan muslim yang lebih taat kepada Allah. Sekarang Marwah begitu
sangat cantik dengan balutan jilbab yang menutupi badannya secara sempurna dan
kerudung panjang serta lebar yang menutupi rambutnya, Masyaallah.Perubahan Marwah
begitu mengejutkan kedua orang tuanya, kedua orang tuanya pun begitu senang.
Marwah yakin Shofapun akan senang, melihat perubahan Marwah ini.
Sesampainya
di rumah sakit, ia berjalan mendahului orang tuanya sambil sedikit berlari. Ia
ingin segera bertemu dengan Shofa. Saat
dia akan memasuki kamar rawat Shofa, ia merasa heran mendengar suara tangisan
dari dalam. Marwah pun memasuki kamar rawat Shofa. Begitu terkejut Marwah
melihat apa yang terjadi. Rasa tak percaya membuatnya tak karuan.Ia bertanya
pada semua yang ada ayah, bunda, dan kakak Shofa. Kak Syakir hanya mengatakan “
kamu harus sabar. Kita sama-sama kehilangan Shofa”.Sekujur tubuhnya merasa
kaku, mulutnya terasa kelu, dadanya terasa sesak.Kak Syakir bercerita, sebelum
kepergian Shofa.Shofa menitip pesan untuk kamu. ‘’janganlah lakukan sesuatu
karena akulakukanlah semuanya karena
Allah, aku mencintai Marwah karena allah
‘’ucap Shofa. Marwah pun menangis
setelah apa yang diucapkan ka Syakir. Ia mengingat kenangan dulunya bersama
shofa. Ia mengingat semua ucapan yang Shofa katakan.” Inyaallah aku akan lakukan semua yang pernah kamu katakan karena
Allah. Terima kasih telah menuntunku menjadi lebih baik.Aku pun mencintai kamu
karena Allah.Sekali lagi terimah kasih.”Ucap Marwah dengan lembut.Ia terlihat
lebih tenang sekarang. Meski air mata tetap mengalir. ‘”Ya Allah, ampunilah ia…
Ya Allah, tetapkanlah jawabannya….” Doa Marwah.