Senin, 24 April 2017

SHOFA DAN MARWAH



SHOFA DAN MARWAH
Oleh Fanisa Athala S.

(cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, tempat, itu hanya kebetulan belaka)
Hembusan angin sore, berhembus ke arah dua  sahabat kecil bernama Shofa dan Marwah yang sedang asyik bermain ayunan di taman bermain dekat rumah mereka. Mereka sepertinya sudah dipersahabatkansebelum kelahiran mereka, karena orang tua mereka juga bersahabat.Mereka selalu bersama, seperti anak kembar yang tak bisa dipisahkan. Hingga disuatu ketika, kebersamaan  mereka harus terpisah oleh jarak yang cukup jauh dan waktu yang yang cukup lama. Shofa harus pergi meninggalkan Marwah untuk memperdalam agama islam di sebuah pesantren.
Setelah tiga tahun lama nya mereka terpisahkan, sekarang telah terlihat bersama kembali. Mereka sedang berjalan dalam indahnya taman yang dipenuhi bunga-bunga yang sedang mekar, sembari bercerita tentang kehidupan mereka yang dijalani selama tiga tahun itu. Hari-hari mereka lalui bersama melepas rasa rindu mereka dengan tawa, canda, kebahagian selalu terlihan diantara keduanya saat bersama. Tapi, Marwah merasa ada yang beda dari Shofa, sejak pertama bertemu.Mulai dari penampilan dan sifatnya yang begitu terlihat islami, “mungkin karena dia telah lama hidup dipesantren”, pikir Marwah. Awalnya Marwah tidak terlalu ambil pusing akan perubahan Shofa. Tapi, lama kelamaan Marwah merasa terganggu karena Shofa yang terus menasihatinya.” Tentang hukum menutup aurat, perempuan dianjurkan begini dan begitu, semua yang ia katakan selalu berdasarkan bagaimana kata islam Allah mengaturnya. Kalau dipikir-prkir ucapan Shofa  memang tak ada salahnya, tapi itu sangat bertentangan dengan kebiasaan serta gaya hidupku selama ini. Kitakan Negara demokrasi bebas mengemukakan pendapat dan bertingkah laku bukan?aku tahu Shofa ingin yang terbaik bagiku. Tapi entahlah hati ini selalu menentang perintahnya, seakan hanya dia sedang bicara omong kosong saja.” Kesal Marwah. Hingga disuatu hari, Marwah begitu marah kepada Shofa. Di pagi hari saat mereka akan pergi untu jalan-jalan Shofa menyuruh Marwah untuk mengenakan pakaian tertutup jilbab dan kerudung, saat mereka ketempat makan Shofa membicarakan halal dan haramnya makanan, dan puncaknya saat Marwah sedang merasa senang-senangnya karena lelaki yang ia suka menyukainya juga, tapi Shofamalah  menegur  Marwah mengiangatkan  hukumnya bercambur baur dengan lawan jenis dan batasan bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahrom. Padahal sebelumnya Marwah telah bercerita bahwa ia sedang menyukai seorang. Marwah merasa Shofa sudah tidak mengerti perasaannya lagi, ia menjadi sangat berubah sekarang. Shofa terlalu banyak ikut campur dan mengurusi urusannya, serta banyak mengatur urusan kehidupan Marwah, dengan alas an yang sudah sering Shofa ucapkan ,”kita sebagai umat muslim diperintakan untuk saling amar ma’ruf nahyi munkar, Shofa menyayangi Marwah karena Allah, aku pingin persahabat kita ini ga hanya persahabatan biasa tapi persahabatan karena Allah, Mar.”
Hubungan persahabatan mereka pun mulai memburuk. Marwah mulai menjauh dari Shofa, saat Shofa menghubunginya baik lewat media ataupun menghampiri langsung ke rumah Marwah , Marwah selalu beralasan agar tidak menjawab dan bertemu Shofa. Tapi, sebenarnya Marwah sangat sedih dengan keadaan persahabatannya saat ini, begitu pula dengan Shofa.Dilubuk hati yang terdalam Marwah tidak tega memperlakukan Shofa seperti itu.Hingga pada akhirnya mereka menjadi saling tidak memberikan kabar.
Disisi lain kemarahan Marwah, ia tetap merasa khawatir akan keadaan Shofa saat ini. Pasalnya sudah seminggu ini Shofa tidak memberikan kabar.Padahal seminggu yang lalu itu Shofa masih menghubungi Marwah untuk meminta maaf bila kata-katanya membuat tersinggung Marwah, dan mengajaknya untuk bertemu.Marwah menjadi tidak tenang, iapun berangkat ke rumah Shofa berniat meminta maaf kepadanya. Sebesar apapun marahnya marwah, ia tetap menyangi Shofa layaknya saudara. Namun, setelah sampai di rumah Shofa.Rumahnya itu nampaknya sepi tidak ada orang. Marwah mencoba mengetuk-ngetuk pintu dan menekan bel sembari mengucapkan salam berkali-kalipun tidak ada yang menyauti dari dalam.” Nampaknya memang sedang tidak ada orang.Tapi kemana mereka pergi?Seingatku Shofa kembali ke pesantrennya lima hari lagi.”pikir Marwah. Marwah pun beranjak pulang.Saat di penjalanan pulang Marwah bertemu dengan kakaknya Shofa, Kak Syakir.Marwah pun menanyakan tentang keadaan dan kabar Shofa sekarang ini.Begitu terkejutnya Marwah tatkala mengetahui penyebab Shofa tidak ada kabar beberapa hari ini.Ternyata Shofa sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit kankernya.Tanpa pikir panjang Marwah meminta kak Syakir untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Shofa dirawat.
Saat marwah memasuki kamar rawat Shofa, disana ada ayah dan bunda Shofa yang sedang menjaganya. Marwah melihat sekeliling kamar, ia pun terpaku  terdiam  tatkala melihat sahabatnya itu terbaring lemas dangan segala bantuan alat rumah sakit. Marwah tak kuasa menahan tangis, iapun mendekat kearah Shofa yang terbaring lemas lalu memeluknya sambil menangis. Marwah bicara akan kekesalannya  dan penyesalannya dengan harapan agar Shofa akan bangun mendengar penuturannya sambil dibarengi dengan isak tangisnya membuat omongannya menjadi tidak jelas. Bunda Shofa mengusap punduk Marwah  dan mencoba menenangkannya. Marwah pun bangun dan memeluk erat Bunda Shofa, ia terus menangis sambil mengutarakan penyesalannya. Mendengar ucapan Marwah, Bunda Shofapun ikut meneteskan air mata juga. Bagaimanapun  mereka sudah bersahabat sejak kecil. Bunda Shofa juga menyayangi Marwah layaknya anak sendiri, begitu pula dengan ayah Shofa.Setelah semuanya tenang.Bunda Shofa menceritakan awal dan sebab Shofa memiliki penyakit itu.Mendengar penuturan Bunda Shofa, Marwah kembali menguraikan air mata sambil menundukan kepala.Rasanya setengah jiwanya hilang, karena baginya Shofa seperti separuh jiwanya.Shofa yang selalu menemani hari-hari Marwah, dia yang selalu mendengarkan curhatan Marwah, memberi semangat kepada Marwah, dia merupakan sahabat terbaik Marwah.Meski waktu yang lama telah memisahkan mereka, mereka tetap mempertahannya persahabatan mereka.
Setelah bercerita, Bunda Shofa memberikan sebuah buku diary milik Shofa untuk dibaca Marwah.Dan pergi keluar bersama Ayah Shofa mengambil obat di apotik.Belum selesai isak tangis Marwah, dadanya kembali merasa sesak membaca tulisan-tulisan di buku diary Shofa. Sesekali ia tersenyum membaca buku itu, tapi kebanyakan diantaranya membuat kenangan indah dan menyedihkan terlintas dalam memori ingatannya. Membuat ia kembali mengurai air mata. Banyak cerita dan pengalaman hidup yang Shofa tulis di buku diarynya.Marwah juga menuliskan rasanya hidup di pesantren, mendapatkan banyak ilmu, menemukan berbagai macam karakter teman di pesantren, perjalanan perubahan hidupnya dalam memperbaiki diri menjadi sosok yang lebih bertakwa.Ia juga menuliskan kerinduannya kepada marwah dan menginginkan Marwah ikut berhijrah bersamanya, serta berbagai harapan kehidupannya. Karena Shofa tau ia tak akan hidup lama. Tangisan Marwah semakin menjadi. Ia menatap wajah Shofa yang pucat, “ Sahabat macam apa aku ini? Bagaimana bisa aku tidak mengetahui kondisi sahabatku sendiri?Aku memang egois, aku yang terus menerus hanya memikirkan perasaanku saja tanpa sengaja aku melupakan perasaan dan kondisimu.Kenyataan bahwa kamu punya penyakit tu sejak lamapun aku tidak mengetahuinya.”Pekik Shofa dalam hati.Marwah pun mencoba menenangkan dirinya, ia menarik napas dalam-dalam.” Aku akan berusaha berubah Shof. Maafin aku yang selama ini gak pernah peduliin niat baik kamu merubah aku menjadi lebih baik. Aku akan mencoba untuk berhijrah, seperti yang kamu katakan. Aku akan mencoba menutup aurat dengan sempurna menggunakan jilbab dan kerudung  yang lebar dan panjang. Aku akan menjaga interaksi dengan laki-laki yang bukan muhrimku sesuai dengan syariat Islam seperti yang kamu bilang, aku gak akan pacaran. Aku akan ikut acara-acara majelis ilmu dan kajian remaja yang selalu kamu ajak, kita nanti berangkat bareng. Kamu harus sembuh, Shof.”Ucap Marwah disertai isak tangisnya yang sedikit lebih tenang.Ia berbicara pada tubuh yang tak sadarkan diri. Marwah memegang tangan Shofa erat, seakan memberi kekuatan untuk membuat Shofa sadar.
Bunda Shofa kembali datang ke kamar rawat.Lalu, melanjutkan perbincangan dengan Marwah. Waktu telah menunjukan pukul lima sore.Bunda Shofa memaksa Marwah untuk pulang dulu saja, karena hari sudah mulai gelap. Akhirnya ,Marwahpun pamitan pada Bunda Shofa untuk pulang dulu, besok kembali lagi ke rumah sakit.” Cepet sembuh ya, Shof! Aku pulang dulu besok kesini lagi.”Ucap Marwah sebelum pergi.
Keesokkan harinya, sesuai yang dikatakan Marwah kemarin ia kembali ke rumah sakit menemui Shofa. Sekarang, ia sedang dalam perjalanan bersama dengan Bunda dan Ayahnya.  Ia bergitu senang dengan kabar baik dari Bunda Shofa, kata dokter “kondisi Shofa mulai membaik. Kita do’akan saja yang terbaik semoga Shofa lekas sembuh dan sadarkan diri.”Tadi malam.Kabarnya pagi ini Shofa telah siuman.Ia tak bisa menahan kerinduannya kepada Shofa, ingin rasanya cepat sampai di rumah sakit. Ia begitu senang. Ia ingin memperlihatkan perubahan penampilan hijrahnya kepada Shofa. Sesuai yang Marwah katakan kemarin,  ia akan mencoba merubah menjadi seorang perempuan muslim yang lebih taat kepada Allah. Sekarang Marwah begitu sangat cantik dengan balutan jilbab yang menutupi badannya secara sempurna dan kerudung panjang serta lebar yang menutupi rambutnya, Masyaallah.Perubahan Marwah begitu mengejutkan kedua orang tuanya, kedua orang tuanya pun begitu senang. Marwah yakin Shofapun akan senang, melihat perubahan Marwah ini.

Sesampainya di rumah sakit, ia berjalan mendahului orang tuanya sambil sedikit berlari. Ia ingin segera bertemu dengan Shofa.  Saat dia akan memasuki kamar rawat Shofa, ia merasa heran mendengar suara tangisan dari dalam. Marwah pun memasuki kamar rawat Shofa. Begitu terkejut Marwah melihat apa yang terjadi. Rasa tak percaya membuatnya tak karuan.Ia bertanya pada semua yang ada ayah, bunda, dan kakak Shofa. Kak Syakir hanya mengatakan “ kamu harus sabar. Kita sama-sama kehilangan Shofa”.Sekujur tubuhnya merasa kaku, mulutnya terasa kelu, dadanya terasa sesak.Kak Syakir bercerita, sebelum kepergian Shofa.Shofa menitip pesan untuk kamu. ‘’janganlah lakukan sesuatu karena akulakukanlah semuanya  karena Allah, aku mencintai  Marwah karena allah  ‘’ucap Shofa. Marwah pun menangis setelah apa yang diucapkan ka Syakir. Ia mengingat kenangan dulunya bersama shofa. Ia mengingat semua ucapan yang Shofa katakan.” Inyaallah aku akan  lakukan semua yang pernah kamu katakan karena Allah. Terima kasih telah menuntunku menjadi lebih baik.Aku pun mencintai kamu karena Allah.Sekali lagi terimah kasih.”Ucap Marwah dengan lembut.Ia terlihat lebih tenang sekarang. Meski air mata tetap mengalir. ‘”Ya Allah, ampunilah ia… Ya Allah, tetapkanlah jawabannya….” Doa Marwah.

0 komentar:

Posting Komentar